PURBALINGGA, INFO- Jama’ah Alip Rebo Wage (Aboge) Desa Onje Kecamatan Mrebet baru melaksanakan pada hari Selasa ini dan berbeda dengan keputusan pemerintah atau kebanyakan Organisasi Masa (Ormas) yang memulai puasa Romadlon pada senin kemarin. Ditemui di kediamannya, Selasa (7/5) pemimpin jama’ah Aboge yang juga sesepuh Desa Onje Kyai Sudi Maksudi menyampaikan hal tentang perbedaan penentuan awal Romadlon.
Maksudi mengatakan, penentuan Romadlon didasarkan atas perhitungan yang dia dan komunitasnya yakini secara turun temurun. Menurut perhitungannya, puasa Romadlon tahun ini jatuh pada hari Selasa Pahing atau hari ini dan berbeda dengan keputusan pemerintah. Dirinya mengaku tidak ingin dikatakan sebagai sebuah kelompok yang menyimpang karena apa yang dia jalani menurut tuntunan Al-Qur’an dalam beribadah.
“Romadlon kali ini jatuh pada Selasa Pahing atau hari ini. Perhitungannya rumit tapi kami anggap ini sebagai perhitungan pasti. Karena dalam fiqih agama yang bias digunakan sebagai penentuan Romadlon itu ada empat yang salah satunya adalah hisab adalah perhitungan dan kami menggunakan itu,” kata Maksudi.
Saat ditemui, Maksudi memang tampak fasih menjelaskan dasar dan hukum Islam pada umumnya karena memang dia adalah jebolah beberapa pondok pesantren termasuk pondok pesantren tebu iren Jombang. Ulama kharismatik asal pekalongan Habib Luthfi bin Yahya yang menjadi guru Maksudi diakui Maksudi telah memerintahkan maksudi dan komunitasnya untuk meninggalkan ajaran tersebut tapi Maksudi dan jama’ah Aboge menolak karena pertimbangan tradisi turun menurun.
“Habib Luthfi, guru saya itu sudah mrintah saya untuk ninggalin ini. Tapi saya bilang ke Habib Luthfi kalau saya tidak berkiblat sama ayah saya (salah satu tokoh Aboge, Alm. Surya Munadi). Kalau saya berkiblat sama ayah saya berarti saya syirik. Saya hanya menjalankan ilmu hisab beliau. Secara amalan kami masih tahlilan, istighozah dan lain sebagainya. Jadi tidak berbeda amalan kami,” imbuhnya.
Kepala Desa Onje, Mugi Ari Purwono yang ditemui di kantornya mengaku tidak terganggu atau pun terganggu dengan apa yang diamalkan Aboge. Dirinya justru senang dengan keberagaman di Onje termasuk penentuan awal Romadlon. Menurut pengamatannya, Jama’ah Aboge dan masyarakat pada umumnya tidak pernah mempermasalahkan tentang perbedaan Romadlon dan idul fitri yang waktunya sedikit berbeda. Penganut ajaran Aboge diketahui paling banyak di Dusun Bak Desa Onje.
“Kami tidak pernah mempermasalahkan tentang perbedaan ini. Justru kami anggap hal ini sebagai sebuah keunikan,” pungkasnya. (KP-4).